Benteng Somba Opu di Makassar adalah sebuah struktur pertahanan kerajaan yang didirikan oleh Sultan Gowa yang kesembilan, Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, pada tahun 1525.
Keunikan benteng ini terletak pada sejarahnya sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang sangat vital di wilayah timur Nusantara.
Ini menjadi titik temu bagi pedagang-pedagang asing dari Asia, termasuk Gujarat (India) dan Tiongkok, serta dari Eropa seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda, yang bertransaksi di sini.
Kegiatan perdagangan yang sangat intensif di benteng ini menarik perhatian Kompeni Dagang Belanda (VOC) yang berambisi untuk menguasai dan memonopoli perdagangan di wilayah tersebut, yang pada akhirnya memicu konflik dan pertumpahan darah antar kerajaan di bagian selatan Pulau Sulawesi.
Ringkasan Sejarah Benteng Somba Opu
Menurut situs Celebes, Benteng Somba Opu dibangun pada tahun 1525 oleh Raja Gowa ke-9, Karaeng Tumaparisi' Kallonna, Benteng Somba Opu merepresentasikan kekuatan dan pengaruh kerajaan Gowa pada awal abad ke-16.
Peningkatan pertahanan dilakukan oleh Raja Gowa ke-10, Karaeng Tunipalangga Ulaweng, pada tahun 1545 dengan memperkuat dinding benteng menggunakan batu padas.
Selanjutnya, di era pemerintahan Tunijallo, Raja Gowa ke-12, benteng ini mulai dilengkapi dengan meriam-meriam berat di setiap sudutnya untuk meningkatkan kapabilitas pertahanan.
Lokasinya yang strategis di jalur perdagangan internasional, dari Malaka menuju Maluku, menjadikan Somba Opu sebagai pelabuhan rempah-rempah utama, sering dikunjungi oleh pedagang asing dari Asia dan Eropa, sejajar dengan Aceh, Banten, dan Tidore.
Sekitar benteng, terdapat permukiman para prajurit kerajaan Gowa dan keluarganya, bersama dengan tukang, saudagar, dan pendatang dari berbagai suku yang tinggal di tanah sekitar benteng.
Di utara benteng, terdapat bangunan kantor perwakilan dagang dari berbagai negara, mencerminkan pentingnya Somba Opu dalam perdagangan internasional.
Portugis dan Belanda membuka kantor dagang mereka di tahun 1607, diikuti oleh Inggris pada tahun 1613, Spanyol tahun 1615, serta Cina dan Denmark pada tahun 1618, menandai keberagaman dan kekayaan interaksi komersial di benteng ini.
Ketertarikan VOC terhadap Benteng Somba Opu
Pemindahan pusat kerajaan Gowa ke Somba Opu, yang berlokasi di delta Sungai Jeneberang, menjadikan area tersebut sebagai ibu kota Kerajaan Gowa.
Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, benteng ini tidak hanya diperkuat namun juga dijadikan sebagai pusat perdagangan dan dermaga bagi kapal-kapal niaga.
Posisinya yang strategis menjadikan Somba Opu titik pertemuan penting antara Maluku, sebagai penghasil rempah, dan Malaka, sebagai pusat perdagangan utama di wilayah barat Nusantara.
Penggabungan kerajaan Gowa dan Tallo memperkuat posisi kedua kerajaan dalam mengendalikan jalur rempah, dari Selayar hingga kepulauan Sula dan dari daerah penghasil beras di Bima hingga Tambora.
Kejayaan Benteng Somba Opu mencapai puncak ketika pedagang-pedagang Muslim beralih dari Malaka, yang telah dikuasai oleh Portugis sejak 1511, ke Makassar, sekaligus membawa dan menyebarkan agama Islam melalui aktivitas perdagangan.
Kemajuan Kerajaan Gowa dengan kebijakan perdagangannya yang terbuka ini menjadi perhatian bagi VOC, yang saat itu berusaha menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Konflik tak terhindarkan, dan pada tahun 1666, perang pecah. Pasukan Belanda, dipimpin oleh Laksamana Cornelis Spelman dan didukung oleh aliansi dari kerajaan Bugis Bone, Buton, dan Ternate, menyerang Benteng Somba Opu.
Sultan Hasanuddin, pemimpin Kerajaan Gowa saat itu, memberikan perlawanan yang gigih. Konflik berkecamuk selama tiga tahun, dari 1666 hingga 1669, sebelum Sultan Hasanuddin akhirnya mengakui kekalahannya.
Namun, menurut sejarawan dan budayawan Inggris, Wallace, Benteng Somba Opu termasuk salah satu benteng yang paling sulit ditaklukkan di Nusantara.
Saat Ini Bertransformasi Menjadi Destinasi Wisata Bersejarah
Sudah lebih dari 500 tahun Benteng Somba Opu Makassar berdiri, melintasi beragam era sejarah dan menjadi saksi atas serangkaian peperangan yang dipimpin oleh Armada Kompeni Belanda.
Dalam upaya melestarikan warisan sejarah bangsa, Benteng Somba Opu kini diubah menjadi destinasi wisata sejarah oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa.
Memiliki area seluas 11,36 hektar, sebagaimana ditetapkan oleh Zonasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar pada tahun 2014, benteng ini menampilkan replika dari rumah adat yang mewakili berbagai suku di Sulawesi Selatan.
Pengunjung yang datang akan disuguhi pemandangan 24 rumah adat yang seringkali digunakan untuk kegiatan komunal seperti seminar, pertemuan, atau pertunjukan seni dan budaya.
Selain itu, kompleks ini juga menampilkan sebuah meriam raksasa dengan panjang 6 meter dan berat 9,5 ton, serta museum yang menyimpan koleksi artefak berharga dari Kerajaan Gowa.
Lokasinya yang berada kurang lebih 6 km ke arah selatan dari Kota Makassar, membuat benteng ini dapat dijangkau dalam waktu sekitar 20 menit dari pusat kota.
Akses ke benteng ini paling mudah ditempuh menggunakan kendaraan pribadi atau ojek online, mengingat belum tersedianya layanan transportasi publik menuju lokasi.